Kemunduran Ekonomi Kerajaan Sriwijaya
Kerajaan Sriwijaya mundur sekitar abad sebelas. Kemunduran kerajaan Sriwijaya diawali dengan adanya serangan dari kerajaan Colamandala dari India yang menyerang Sriwijaya bagian Semenanjung pada sekitar tahun 1023. Kawasan semenanjung yang mendapat serangan ini adalah daerah Kedah/Kadaran atau Kataha. Serangan dari kerajaan Colamandala ini berlangsung sampai tiga kali, yakni tahun 1023, tahun 1030 dan tahun 1068. Mengapa serangan Colamandala ini tidak langsung ke pusat kerajaan,melainkan ke Semenanjung? Untuk dapat menjawab pertanyaan itu, mari ikuti uraian berikut. Kita ketahui bahwa Sriwijaya adalah kerajaan Maritim. Sebagai kerajaan Maritim Sriwijaya sangat mengandalkan kawasan Semenanjung. Peranan penting Sriwijaya adalah kawasan Semenanjung ini. Dengan dikuasainya kawasan Semenanjung ini maka pusat kekuasaan akan melemah. Dengan dikuasainya kawasan Semenanjung yang merupakan urat nadi perekonomian Sriwijaya maka kegiatan perdagangan Sriwijaya menjadi melemah.
Kerajaan Sriwijaya telah berusaha agar kemunduran ekonomi tidaksemakin parah. Cara yang ditempuh untuk mengatasi kemunduran ini adalah dengan membebani bea yang tinggi bagi kapal yang masuk ke Sriwijaya. Ternyata harapan bagi bangkitnya ekonomi Sriwijaya tidak menjadi kenyataan. Justru yang terjadi sebaliknya. Dengan adanya bea yang tinggi ini maka kapal dagang justru menghindar atau menembus blockade. Kapal-kapal dagang ini juga kemudian mengalihkan kegiatan perdagangannya ke Malaka (Malaka waktu itu baru bangkit). Dengan demikian kerajaan Sriwijaya semakin merosot. Kemerosotan dalam bidang ekonomi ini akhirnya berpengaruh dalam bidang sosial budaya kerajaan Sriwijaya.
Kemunduran Sosial, Budaya dan Politik Sriwijaya
Sriwijaya yang pernah berkembang sejak abad 7 sampai sekitar abad 12 adalah merupakan Negara maritim yang pernah menjadi pusat perdagangan internasional di kawasan selat Malaka. Ramainya kegiatan perdagangan internasional di kerajaan Sriwijaya ini melahirkan kemakmuran bagi rakyat
Sriwijaya. Bahkan dari berita I Tsing dapat kita ketahui bahwa kerajaan Sriwijaya pernah menjadi pusat pengkajian agama Budha. Mahaguru yang terkenal di kawasan ini adalah Satyakrti.
Namun akibat kemunduran ekonomi Sriwijaya berimbas pada kehidupan sosial budaya rakyat. Ketiadaan dana menyebabkan tidak ada biaya untuk membiayai berbagai kegiatan sosial dan budaya. Seperti misal, merawat tempat-tempat suci/ibadah, membiayai pusat-pusat studi agama Budha, membiayai upacara-upacara ritual keagamaan Budha. Dengan ketiadaan kegiatan-kegiatan ritual keagamaan Budha menjadikan perhatian masyarakat terhadap kehidupan sosial dan budaya juga berkurang. Sehingga akhirnya ketika ada alternatif kehidupan keagamaan baru yang dirasa relatif lebih menarik masyarakat kemudian memeluk agama baru tersebut.
Kemunduran kehidupan perekonomian kerajaan Sriwijaya ini pada akhirnya juga membawa pengaruh yang besar dalam bidang politik. Akibat dari kemunduran bidang ekonomi ini pendapatan kerajaan mengalami kemerosotan tajam. Sementara untuk mengurus pemerintahan dan mengawasi wilayah-wilayah kerajaan diperlukan dana yang besar. Karena ketiadaan dana ini maka kerajaan tidak dapat berbuat banyak ketika ada upaya-upaya di daerah-daerah wilayah kerajaan untuk melepaskan diri. Untuk mengirim misi mencegah daerah-daerah melepaskan diri diperlukan dana besar, sementara dana tidak ada. Akhirnya satu persatu daerah-daerah kekuasaan Sriwijaya melepaskan diri.
Daerah pertama yang terekam melepaskan diri dalam catatan Ling Wah Sai Ta adalah daerah Kien-Pi (Kampe) di Sumatra Utara. Hal ini kemudian diikuti oleh daerah-daerah lain. Kemunduran ini semakin diperparah dengan munculnya politik Nusantara yang pertama dari Kertanegara (1268-1292) yang berusaha menyatukan daerah-daerah Nusantara di bawah kekuasaan Jawa.
Untuk memuluskan rencana/politik Nusantaranya Kertanegara mengirimkan ekspedisi Pamalayu tahun 1275 dan kemudian pada tahun 1286 mengirimkan utusan kepada Warmadewa dengan membawa patung Amogapaca sebagai tanda persahabatan. Dengan pengiriman ini Kertanegara dapat mengurangi kekuasaan Sriwijaya di Selat Malaka. Kerajaan Sriwijaya pun akhirnya semakin mundur. Kemunduran ini semakin dipercepat dengan muncul dan berkembangnya kerajaan Malaka. Akhirnya
kerajaan Sriwijaya mengalami keruntuhan. Dengan melemah dan mundurnya kerajaan Sriwijaya memungkinkan Islam untuk melakukan Islamisasi lebih jauh. Sehingga pada abad sembilan Islam berkembang dengan pesatnya dan terbentuklah kerajaan Perlak disusul kemudian pada sekitar abad tiga belas kerajaan Samodra Pasai.
Kerajaan Sriwijaya mundur sekitar abad sebelas. Kemunduran kerajaan Sriwijaya diawali dengan adanya serangan dari kerajaan Colamandala dari India yang menyerang Sriwijaya bagian Semenanjung pada sekitar tahun 1023. Kawasan semenanjung yang mendapat serangan ini adalah daerah Kedah/Kadaran atau Kataha. Serangan dari kerajaan Colamandala ini berlangsung sampai tiga kali, yakni tahun 1023, tahun 1030 dan tahun 1068. Mengapa serangan Colamandala ini tidak langsung ke pusat kerajaan,melainkan ke Semenanjung? Untuk dapat menjawab pertanyaan itu, mari ikuti uraian berikut. Kita ketahui bahwa Sriwijaya adalah kerajaan Maritim. Sebagai kerajaan Maritim Sriwijaya sangat mengandalkan kawasan Semenanjung. Peranan penting Sriwijaya adalah kawasan Semenanjung ini. Dengan dikuasainya kawasan Semenanjung ini maka pusat kekuasaan akan melemah. Dengan dikuasainya kawasan Semenanjung yang merupakan urat nadi perekonomian Sriwijaya maka kegiatan perdagangan Sriwijaya menjadi melemah.
Kerajaan Sriwijaya telah berusaha agar kemunduran ekonomi tidaksemakin parah. Cara yang ditempuh untuk mengatasi kemunduran ini adalah dengan membebani bea yang tinggi bagi kapal yang masuk ke Sriwijaya. Ternyata harapan bagi bangkitnya ekonomi Sriwijaya tidak menjadi kenyataan. Justru yang terjadi sebaliknya. Dengan adanya bea yang tinggi ini maka kapal dagang justru menghindar atau menembus blockade. Kapal-kapal dagang ini juga kemudian mengalihkan kegiatan perdagangannya ke Malaka (Malaka waktu itu baru bangkit). Dengan demikian kerajaan Sriwijaya semakin merosot. Kemerosotan dalam bidang ekonomi ini akhirnya berpengaruh dalam bidang sosial budaya kerajaan Sriwijaya.
Kemunduran Sosial, Budaya dan Politik Sriwijaya
Sriwijaya yang pernah berkembang sejak abad 7 sampai sekitar abad 12 adalah merupakan Negara maritim yang pernah menjadi pusat perdagangan internasional di kawasan selat Malaka. Ramainya kegiatan perdagangan internasional di kerajaan Sriwijaya ini melahirkan kemakmuran bagi rakyat
Sriwijaya. Bahkan dari berita I Tsing dapat kita ketahui bahwa kerajaan Sriwijaya pernah menjadi pusat pengkajian agama Budha. Mahaguru yang terkenal di kawasan ini adalah Satyakrti.
Namun akibat kemunduran ekonomi Sriwijaya berimbas pada kehidupan sosial budaya rakyat. Ketiadaan dana menyebabkan tidak ada biaya untuk membiayai berbagai kegiatan sosial dan budaya. Seperti misal, merawat tempat-tempat suci/ibadah, membiayai pusat-pusat studi agama Budha, membiayai upacara-upacara ritual keagamaan Budha. Dengan ketiadaan kegiatan-kegiatan ritual keagamaan Budha menjadikan perhatian masyarakat terhadap kehidupan sosial dan budaya juga berkurang. Sehingga akhirnya ketika ada alternatif kehidupan keagamaan baru yang dirasa relatif lebih menarik masyarakat kemudian memeluk agama baru tersebut.
Kemunduran kehidupan perekonomian kerajaan Sriwijaya ini pada akhirnya juga membawa pengaruh yang besar dalam bidang politik. Akibat dari kemunduran bidang ekonomi ini pendapatan kerajaan mengalami kemerosotan tajam. Sementara untuk mengurus pemerintahan dan mengawasi wilayah-wilayah kerajaan diperlukan dana yang besar. Karena ketiadaan dana ini maka kerajaan tidak dapat berbuat banyak ketika ada upaya-upaya di daerah-daerah wilayah kerajaan untuk melepaskan diri. Untuk mengirim misi mencegah daerah-daerah melepaskan diri diperlukan dana besar, sementara dana tidak ada. Akhirnya satu persatu daerah-daerah kekuasaan Sriwijaya melepaskan diri.
Daerah pertama yang terekam melepaskan diri dalam catatan Ling Wah Sai Ta adalah daerah Kien-Pi (Kampe) di Sumatra Utara. Hal ini kemudian diikuti oleh daerah-daerah lain. Kemunduran ini semakin diperparah dengan munculnya politik Nusantara yang pertama dari Kertanegara (1268-1292) yang berusaha menyatukan daerah-daerah Nusantara di bawah kekuasaan Jawa.
Untuk memuluskan rencana/politik Nusantaranya Kertanegara mengirimkan ekspedisi Pamalayu tahun 1275 dan kemudian pada tahun 1286 mengirimkan utusan kepada Warmadewa dengan membawa patung Amogapaca sebagai tanda persahabatan. Dengan pengiriman ini Kertanegara dapat mengurangi kekuasaan Sriwijaya di Selat Malaka. Kerajaan Sriwijaya pun akhirnya semakin mundur. Kemunduran ini semakin dipercepat dengan muncul dan berkembangnya kerajaan Malaka. Akhirnya
kerajaan Sriwijaya mengalami keruntuhan. Dengan melemah dan mundurnya kerajaan Sriwijaya memungkinkan Islam untuk melakukan Islamisasi lebih jauh. Sehingga pada abad sembilan Islam berkembang dengan pesatnya dan terbentuklah kerajaan Perlak disusul kemudian pada sekitar abad tiga belas kerajaan Samodra Pasai.
Comments
Post a Comment